Banyak
mungkin yang sudah mengenal air zam-zam dan mungkin pula pernah menikmati
kelezatannya. Namun, sebenarnya air yang satu ini punya khasiat yang tidak kita
temui dalam air lainnya. Simak artikel faedah ilmu berikut.
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz (1) -rahimahullah- pernah ditanya, “Apakah ada hadits shahih
yang menjelaskan mengenai khasiat air zam-zam?”
Beliau
–rahimahullah- menjawab, “Telah terdapat beberapa hadits shahih yang
menjelaskan mengenai kemuliaan air zam-zam dan keberkahannya.
Dalam
sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air
zam-zam,
إِنَّهَا
مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
“Sesungguhnya
air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang
mengenyangkan.” (2)
Ditambahkan
dalam riwayat Abu Daud (Ath Thoyalisiy) dengan sanad jayyid (bagus)
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
وَشِفَاءُ
سُقْمٍ
“Air
zam-zam adalah obat dari rasa sakit (obat penyakit).” (3)
Hadits-hadits
di atas menunjukkan khasiat air zam-zam. Air tersebut bisa menjadi makanan yang
mengenyangkan dan bisa pula menjadi obat penyakit. Air tersebut juga adalah air
yang penuh keberkahan.
Termasuk
sunnah adalah meminum beberapa dari air tersebut sebagaimana yang dilakukan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena di dalam air tersebut
terdapat keberkahan. Air tersebut bisa menjadi makanan yang baik dan makanan
yang diberkahi. Air tersebut disyari’atkan untuk dinikmati jika memang mudah
didapatkan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Hadits-hadits
tadi sekali lagi menunjukkan pada kita mengenai khasiat dan keberkahannya
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Air itu bisa menjadi makanan yang
mengenyangkan dan obat penyakit. Dianjurkan bagi setiap mukmin menikmati air
tersebut jika memang mudah memperolehnya. Air tersebut juga bisa digunakan
untuk berwudhu. Air tersebut bisa digunakan untuk beristinja’ (membersihkan
kotoran setelah buang air, -pen). Air tersebut juga bisa digunakan untuk mandi
junub jika memang ada kebutuhan untuk menggunakannya.
Dalam
hadits dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengeluarkan air dari sela-sela jarinya. Kemudian para sahabat mengambil air
tersebut untuk keperluan mereka. Ada yang menggunakannya untuk minum, berwudhu,
mencuci pakaian dan beristinja’. Ini semua riil (nyata). Air yang dikeluarkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sela-sela jarinya tadi,
walaupun bukan air zam-zam, namun keduanya air yang sama-sama mulia. Jika
diperbolehkan berwudhu, mandi, beristinja’, dan mencuci pakaian dengan
menggunakan air yang keluar dari sela-sela jari tadi, maka air zam-zam boleh
diperlakukan seperti itu.
Intinya,
air zam-zam adalah air yang thohur (suci dan dapat mensucikan) dan air
yang thayyib (sangat baik). Kita dianjurkan untuk meminum air tersebut. Tidak
mengapa jika air tersebut digunakan untuk berwudhu’, mencuci pakaian,
beristinja’ jika ada kebutuhan, dan digunakan untuk hal-hal lain sebagaimana
yang telah dijelaskan. Segala puji bagi Allah. –Demikian penjelasan
Syaikh Ibnu Baz- (4)
Intinya,
khasiat air zam-zam sebagai berikut.
Pertama, air zam-zam adalah air yang penuh keberkahan. Air zam-zam
adalah sebaik-baik air di muka bumi ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
خَيْرُ مَاءٍ
عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ فِيهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ وَشِفَاءٌ
مِنَ السُّقْمِ
“Sebaik-baik
air di muka bumi adalah air zam-zam. Air tersebut bisa menjadi makanan yang
mengenyangkan dan bisa sebagai obat penyakit.” (5)
Boleh
mengambil keberkahan dari air tersebut karena hal ini telah diisyaratkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dianjurkan bagi orang yang meminum
air zam-zam untuk memerciki air tersebut pada kepala, wajah dan dadanya.
Sedangkan ngalap berkah dari benda-benda lainnya –seperti dari keris, keringat
para Kyai dan batu ajaib-, maka seperti ini adalah ngalap berkah yang tidak
berdasar karena tidak ada petunjuk dari Al Qur’an dan As Sunnah sama
sekali.
Kedua, air zam-zam bisa menjadi makanan yang mengenyangkan.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air zam-zam,
إِنَّهَا
مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
“Sesungguhnya
air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang
mengenyangkan.” (6)
Ketiga, air zam-zam bisa menyembuhkan penyakit. Sampai-sampai
sebagian pakar fiqih menganjurkan agar berbekal dengan air zam-zam ketika
pulang dari tanah suci untuk menyembuhkan orang yang sakit. Dalilnya, dulu
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah membawa pulang air zam-zam (dalam
sebuah botol), lalu beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melakukan seperti ini. Diriwayatkan dari yang lainnya,
dari Abu Kuraib, terdapat tambahan,
حَمَلَهُ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الأَدَاوَى وَالْقِرَبِ وَكَانَ يَصُبُّ عَلَى
الْمَرْضَى وَيَسْقِيهِمْ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa air zam-zam dalam botol
atau tempat air. Ada orang yang tertimpa sakit, kemudian beliau menyembuhkannya
dengan air zam-zam.” (7)
Keempat, do’a bisa terkabulkan melalui keberkahan air zam-zam
Hendaklah
seseorang memperbanyak do’a ketika meminum air zam-zam. Ketika meminumnya,
hendaklah ia meminta pada Allah kemaslahatan dunia dan akhiratnya. Sebagaimana
hal ini terdapat dalam hadits, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَاءُ
زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air
zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (8) [Maksudnya do’a apa saja
yang diucapkan ketika meminumnya adalah do’a yang mustajab]. Diriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas, ketika meminum air zam-zam, beliau berdo’a:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً ، وَرِزْقاً وَاسِعاً وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ
دَاءٍ
“Allahumma
inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon waasi’an wa syifa-an min kulli daa-in”
[Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah,
dan kesembuhan dari setiap penyakit]. Namun riwayat ini adalah riwayat yang dho’if
(lemah). (9)
Catatan: Para ulama bersepakat bolehnya menggunakan air tersebut
untuk bersuci. Namun mereka mengatakan sebisa mungkin dijauhi untuk hal-hal
yang rendah seperti membersihkan najis dan semacamnya (10).
Al ‘Allamah Al
Bahuti rahimahullah dalam Kasyful Qona’ mengatakan,
كَذَا يُكْرَهُ ( اسْتِعْمَالُ مَاءِ زَمْزَمَ فِي
إزَالَةِ النَّجَسِ فَقَطْ ) تَشْرِيفًا لَهُ ، وَلَا يُكْرَهُ اسْتِعْمَالُهُ فِي
طَهَارَةِ الْحَدَثِ
“Dimakruhkan
menggunakan air zam-zam untuk menghilangkan najis saja, dalam rangka untuk
memuliakan air tersebut. Sedangkan menggunakannya untuk menghilangkan hadats(11)
tidaklah makruh.” (12)
–Pembahasan
terakhir ini kami terinspirasi dari penjelasan “Mawqi’ Al Islam As Su-al wal
Jawab (Situs Tanya Jawab Islam)” (13)–
Penulis:
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Catatan kaki:
(1) Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz lahir pada tahun
1330 H di kota Riyadh. Dulunya beliau memiliki penglihatan. Kemudian beliau
tertimpa penyakit pada matanya pada tahun 1346 H dan akhirnya lemahlah penglihatannya.
Pada tahun 1350 H, beliau buta total. Beliau telah menghafalkan Al Qur’an
sebelum baligh. Beliau sangat perhatian dengan hadits dan ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan ilmu tersebut. Beliau pernah menjabat sebagai Mufti ‘Aam
Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal
Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia). Beliau meninggal dunia pada hari Kamis,
27/1/1420 H pada umur 89 tahun. (Sumber: http://alifta.net/Fatawa/MoftyDetails.aspx?ID=2)
(2) HR. Muslim dalam Kitab Keutamaan Para
Sahabat, Bab Keutamaan Abu Dzar, no. 4520.
(3) HR. Abu Daud Ath Thoyalisiy dalam musnadnya
no. 459. Dikeluarkan pula oleh Al Haitsamiy dalam Majma’ Az Zawa-id,
3/286 dan Al Hindiy dalam Kanzul ‘Ummal, 12/34769, 3480.
(4) Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/3417
(5) Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 1056.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
(6) HR. Muslim no. 4520.
(7) Diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dalam Sunanul
Kubro 5/202 dan Syu’abul Iman 3/1502. Kholad bin Yazid bersendirian. Syaikh Al
Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 883 mengatakan bahwa hadits ini shahih
karena memiliki penguat dari jalur Abu Zubair.
(8) HR. Ibnu Majah, 2/1018. Lihat Al Maqosid Al
Hasanah, As Sakhowiy hal. 359. [Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan lighoirihi. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1165]
(9) Lihat Dho’if At Targhib no. 750, Syaikh Al
Albani.
(10) Penjelasan ini sebagai koreksi dari
penjelasan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz -rahimahullah- sebelumnya.
(11) Perbedaan hadats dan najis: Najis adalah
sesuatu yang konkrit seperti kotoran manusia dan air kencing. Sedangkan hadats
adalah sesuatu yang abstrak (menunjukkan keadaan seseorang) seperti dalam
keadaan junub atau belum berwudhu sehabis buang air.
(12) Kasyful Qona’, 1/50, Mawqi’ Al Islam
(13) ihat link: http://www.islamqa.com/ar/ref/1698
Tidak ada komentar:
Posting Komentar